Erwin Sukianto, Country Manager SAS Indonesia mengatakan, untuk meningkatkan keamaanan dalam penyaluran kredit, perbankan harus mulai memperbaiki teknologi informasi (IT) dalam menganalisis data nasabah.
Menurut Erwin, pihaknya mempunyai program seperti IT Credit Scoring for Banking, di mana program IT tersebut dapat memberikan solusi credit scoring yang terintegrasi dan sudah mulai banyak digunakan oleh industri perbankan.
"Program Credit Scoring ini dapat membantu bank untuk mengumpulkan dan mengatur data, serta mampu membuat database untuk modeling, dan dapat mengembangkan scorecards dengan tools dan data mining yang telah teruji keakuratannya," klaim Erwin di Jakarta, Selasa 28 Februari 2012.
Program seperti ini, Erwin menambahkan, perlu digunakan di seluruh perbankan di Indonesia. Apalagi, mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang sedang tumbuh signifikan, dan meningkat dalam penyaluran kredit.
"Seperti diketahui, menurut data statistik Bank Indonesia, antara tahun 2011 dan 2010, peningkatan kredit mencapai 25 persen,” kata Erwin. “Dengan demikian, perbankan membutuhkan sistem IT yang lebih efisien untuk melayani masyarakat," jelasnya.
Erwin menambahkan, dengan penerapan dari program IT Credit Scoring seperti yang mereka tawarkan, pelayanan perbankan akan jauh lebih cepat, karena Credit Scoring dapat digunakan untuk analisis data nasabah dalam memberikan persetujuan atau penolakan kredit berdasarkan pengukuran yang dikembangkan secara empiris.
"Program ini secara keseluruhan dapat digunakan untuk menentukan batas kredit optimal, pembayaran awal down payment, dan penentuan cicilan," ujarnya.
Selain itu, manfaat lain dari credit scoring adalah untuk meningkatkan penargetan audit pada rekening berisiko tinggi, sehingga mengoptimalkan waktu kerja karyawan. "Credit scoring telah membantu bank dapat memenuhi kualifikasi advanced ratings-based (IRB) di bawah basel II," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Naeem Siddig, SAS Global Product Manager untuk Banking Analytics Solution mengungkapkan, di dalam Credit Scoring, terdapat Risk Scoring yang merupakan alat untuk mengevaluasi tingkat risiko berkaitan dengan pemohon kredit.
"Ketika aplikasi terhadap individu tidak teridentifikasi sebagai "baik atau buruk," maka alat ini akan menunjukkan keganjilan statistik. Dengan menggunakan kemungkinan ini, bank dapat mengukur risiko secara akurat dan memberikan layanan cepat untuk waktu cepat," tegas Siddig. (art)
• VIVAnews
Menurut Erwin, pihaknya mempunyai program seperti IT Credit Scoring for Banking, di mana program IT tersebut dapat memberikan solusi credit scoring yang terintegrasi dan sudah mulai banyak digunakan oleh industri perbankan.
"Program Credit Scoring ini dapat membantu bank untuk mengumpulkan dan mengatur data, serta mampu membuat database untuk modeling, dan dapat mengembangkan scorecards dengan tools dan data mining yang telah teruji keakuratannya," klaim Erwin di Jakarta, Selasa 28 Februari 2012.
Program seperti ini, Erwin menambahkan, perlu digunakan di seluruh perbankan di Indonesia. Apalagi, mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang sedang tumbuh signifikan, dan meningkat dalam penyaluran kredit.
"Seperti diketahui, menurut data statistik Bank Indonesia, antara tahun 2011 dan 2010, peningkatan kredit mencapai 25 persen,” kata Erwin. “Dengan demikian, perbankan membutuhkan sistem IT yang lebih efisien untuk melayani masyarakat," jelasnya.
Erwin menambahkan, dengan penerapan dari program IT Credit Scoring seperti yang mereka tawarkan, pelayanan perbankan akan jauh lebih cepat, karena Credit Scoring dapat digunakan untuk analisis data nasabah dalam memberikan persetujuan atau penolakan kredit berdasarkan pengukuran yang dikembangkan secara empiris.
"Program ini secara keseluruhan dapat digunakan untuk menentukan batas kredit optimal, pembayaran awal down payment, dan penentuan cicilan," ujarnya.
Selain itu, manfaat lain dari credit scoring adalah untuk meningkatkan penargetan audit pada rekening berisiko tinggi, sehingga mengoptimalkan waktu kerja karyawan. "Credit scoring telah membantu bank dapat memenuhi kualifikasi advanced ratings-based (IRB) di bawah basel II," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Naeem Siddig, SAS Global Product Manager untuk Banking Analytics Solution mengungkapkan, di dalam Credit Scoring, terdapat Risk Scoring yang merupakan alat untuk mengevaluasi tingkat risiko berkaitan dengan pemohon kredit.
"Ketika aplikasi terhadap individu tidak teridentifikasi sebagai "baik atau buruk," maka alat ini akan menunjukkan keganjilan statistik. Dengan menggunakan kemungkinan ini, bank dapat mengukur risiko secara akurat dan memberikan layanan cepat untuk waktu cepat," tegas Siddig. (art)
• VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar